Suaralintasnusantara.com – Regina Art menggelar konferensi pers untuk memperkenalkan pementasan teater monolog yang mengangkat perjuangan dan pemikiran Ibu Siti Walidah, istri dari pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Bertajuk “Aku Yang Tak Kehilangan Suara”, monolog ini akan mengajak penonton untuk menyelami peran Siti Walidah yang tidak hanya sebagai pendamping tokoh besar, tetapi juga sebagai pemimpin gerakan sosial, pendidik, dan pejuang emansipasi perempuan di Indonesia.
Acara konferensi pers yang digelar di South Quarter, Jakarta, dihadiri oleh tiga sosok utama dalam produksi ini: Tika Bravani sebagai pemeran utama, Wawan Sofwan sebagai sutradara, dan Joane Win sebagai produser. Pementasan teater ini akan dilaksanakan pada Sabtu, 31 Mei 2025, di Galeri Indonesia Kaya, tepat pada peringatan wafatnya Ibu Siti Walidah pada 31 Mei 1946.
Sosok perempuan tangguh dalam sejarah Indonesia, Siti Walidah, istri pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, akan dihidupkan kembali melalui pertunjukan teater monolog berjudul “Aku Yang Tak Kehilangan Suara” garapan kelompok seni Regina Art.
Dalam naskah karya Dian Eka Wati, penonton akan menyelami sisi personal dan perjuangan pemikiran Siti Walidah. Ia bukan sekadar istri tokoh besar, melainkan sosok pemimpin yang menorehkan perubahan dalam bidang moral, pendidikan, dan emansipasi perempuan.
Monolog yang akan dipentaskan pada Sabtu, 31 Mei 2025 di Galeri Indonesia Kaya ini menggambarkan perjalanan pemikiran, perjuangan sosial, dan keteladanan seorang Siti Walidah—bukan hanya sebagai pendamping tokoh besar, melainkan sebagai pendidik, pemimpin perempuan, dan penggerak kemajuan moral dan sosial di masanya.
Aktris Tika Bravani dipercaya memerankan Siti Walidah dalam pementasan yang dibagi ke dalam dua sesi, pukul 15.00 WIB dan 19.00 WIB. Tika Bravani, yang sebelumnya memerankan Siti Walidah dalam film “Nyai Ahmad Dahlan” (2017), kembali menghidupkan sosok ini di atas panggung. Tika membawa karakter Siti Walidah dengan penuh emosi, menghadirkan seorang perempuan yang tegar dalam menghadapi berbagai perubahan zaman
“Saya merinding ketika membaca naskahnya. Ini bukan hanya tentang sejarah, tapi tentang suara seorang perempuan yang harus terus didengar,” ujar Tika dalam konferensi pers yang digelar di South Quarter, Jakarta Selatan, Selasa (20/5).
Sutradara Wawan Sofwan berbagi pengalaman tentang tantangan dalam menyutradarai monolog ini. Menurutnya, tantangan utama dalam pementasan ini adalah menjaga dinamika emosi agar penonton tetap terikat sepanjang pertunjukan.
“Menyutradarai monolog berarti menggali energi dari satu aktor untuk mengisi seluruh panggung. Tantangan utamanya adalah menjaga dinamika emosi agar penonton tetap terikat dari awal hingga akhir,” jelas Wawan.
Selain itu, Wawan juga menekankan pentingnya menghadirkan keberanian perempuan dalam bentuk pemikiran dan suara, bukan hanya keberanian fisik. “Keberanian bukan soal angkat senjata, tapi keberanian berpikir dan bersuara di ruang-ruang sunyi,” ujarnya.
Sutradara Wawan Sofwan mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam menggarap karya monolog adalah menjaga energi dan dinamika agar penonton terus terhubung dengan emosi tokoh sepanjang pertunjukan.
“Kami ingin penonton tidak hanya menyaksikan, tapi ikut mengalami perjalanan batin seorang perempuan luar biasa ini. Siti Walidah adalah simbol keberanian bersuara dalam senyap,” ucap Wawan.
Wawan juga menyebut bahwa pertunjukan ini adalah bentuk penghormatan atas semangat juang perempuan dalam sejarah, dan relevan dengan perjuangan perempuan masa kini.
Joane Win, produser sekaligus pendiri Regina Art, mengatakan bahwa proyek ini bukan hanya bentuk karya seni, tetapi juga penghormatan terhadap sejarah perempuan Indonesia yang selama ini kerap luput dari panggung besar.
“Siti Walidah bukan hanya pendamping suami, beliau adalah tokoh besar itu sendiri. Melalui pertunjukan ini, kami ingin menyampaikan bahwa suara perempuan bisa mengubah arah sejarah bangsa,” ujar Joane.
Ia menambahkan, pertunjukan ini juga menjadi bagian dari peringatan hari wafatnya Siti Walidah yang jatuh pada 31 Mei 1946, menjadikan monolog ini sebagai bentuk penghormatan dan pengingat akan warisan intelektual dan moral yang ditinggalkan beliau.
Regina Art dikenal sebagai kelompok seni pertunjukan yang berfokus pada isu-isu perempuan, budaya, dan sejarah. Sebelumnya, mereka telah memproduksi Ruang Arum Manis yang telah dipentaskan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Meksiko, dan Eropa, diperankan langsung oleh Joane Win.
Dalam produksi kali ini, Joane mengambil peran sebagai produser untuk memfokuskan diri pada pengembangan karya berikutnya di tahun mendatang.
Catat tanggalnya! Jangan lewatkan kesempatan untuk menyaksikan pementasan ini dan merasakan kekuatan emosi serta pesan yang dibawakan oleh Tika Bravani, Wawan Sofwan, dan Joane Win.
Detail acara:
🗓️ Tanggal: Sabtu, 31 Mei 2025
🕒 Waktu: Pukul 15.00 & 19.00 WIB
📍 Tempat: Galeri Indonesia Kaya, Jakarta
🎭 Tiket: Bisa dipesan melalui platform pemesanan resmi dan Galeri Indonesia Kaya.
Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah suara dari masa lalu yang masih relevan hari ini, membangkitkan ingatan tentang pentingnya peran perempuan dalam membentuk masyarakat yang adil, beradab, dan berpendidikan.