suaralintasnusantara.com – Seruan keras untuk menghentikan operasional PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Tano Batak semakin menguat. Para pimpinan Gereja dan lembaga keumatan dari berbagai denominasi di Sumatera Utara menyampaikan keprihatinan mendalam atas krisis ekologi dan sosial yang ditimbulkan oleh keberadaan perusahaan tersebut.
Pertemuan penting yang digelar di Universitas HKBP Nomensen, Pematangsiantar, Rabu (14/5), difasilitasi oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama United Evangelical Mission (UEM). Dalam forum ini, suara kolektif para pemuka agama dan akademisi berkumpul dalam semangat solidaritas untuk menyuarakan keadilan ekologis.
Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, dalam pidatonya menegaskan bahwa keberadaan PT TPL tidak membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar, tetapi malah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah serta konflik horizontal yang mengkhawatirkan.
“Kerusakan lingkungan hidup di sekitar Danau Toba nyata adanya, dan masyarakatlah yang menanggung beban terberatnya,” tegas Pdt. Tinambunan.
Fakta-fakta kerusakan tersebut disampaikan oleh Tim Kompilator Data Kerusakan Lingkungan di kawasan Danau Toba, yang bekerja di bawah koordinasi Litbang PGI.
Pertemuan ini turut dihadiri para tokoh gereja seperti Ephorus HKI, Sekjend GKPS, Sekjend GKPI, Ketua Sinode GKI Sumut, Bishop HKIP, Praeses GMI, serta para perwakilan dari GPP, Keuskupan Agung Medan, PIKI, PWKI, GAMKI, serta rektor dari UHN dan IAKN.
Sekretaris Eksekutif PGI bidang Keadilan dan Perdamaian, Pdt. Etika Saragih, menyatakan bahwa PGI mendukung penuh perjuangan gereja-gereja di Sumatera Utara dalam menjaga kelestarian lingkungan, termasuk dengan mendesak penutupan PT TPL.
“Seruan dari pertemuan ini sangat jelas: masyarakat dan gereja di Sumut menolak keberadaan PT TPL. Kami mendorong agar segera ada dialog dengan Presiden Prabowo Subianto agar suara ini didengar langsung,” ujar Pdt. Etika.
Pertemuan ini diakhiri dengan harapan agar PGI dapat memfasilitasi pertemuan antara pimpinan gereja Sumatera Utara dengan Presiden RI guna menyampaikan keprihatinan kolektif terkait dampak serius dari aktivitas industri terhadap lingkungan dan masyarakat adat di Tano Batak.











