suaralintasnusantara.com – Papua kembali dipercaya sebagai tuan rumah pelaksanaan konferensi Innrernasional dan Hari Doa Nasional (HDN) 2025. Agenda berskala internasional ini akan berlangsung pada 1–5 Juli 2025, dengan puncak perayaan digelar di lapangan terbuka Sentani, Papua, pada 5 Juli 2025.
Pengumuman resmi ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (21/4/2025). Acara dihadiri oleh para pemimpin aras gereja nasional yang tergabung dalam Forum Umat Kristiani Indonesia (FUKRI), di antaranya Ketua Umum PGI Pdt. Jacky Manuputty, Ketua Umum PGLII Pdt. Tommy Lengkong, Ketua Majelis Pertimbangan PGLII Pdt. Dr. Ronny Mandang yang juga menjabat Sekretaris Jenderal Konferensi Internasional Doa dan Penginjilan From Papua to the Nations, serta tokoh senior PGLII dan pendiri House of Prayer for All Nations, Pdt. Lipiyus Biniluk.
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut, antara lain: Sekretaris Umum PGPI Pdt. Hano Palit, Mayor Maxel D. Latuputty dari Humas Gereja Bala Keselamatan, Mayor Stefanus Tulumang Opsir Gereja Bala Keselamatan, Sekretaris Persekutuan Baptis Indonesia David Vidyatama, Wakil Sekum Gereja Ortodoks Indonesia Rm. Agapios Hideo, Sekretaris Eksekutif PGI Pdt. Muliathy Briany, serta Robby Repi (PP PGLII/Convocator FUKRI) dan Ketua Panitia HDN 2025, Deinas Geley.
Mengusung tema “Ignite the Fire, From Papua to the Nations”, perhelatan HDN 2025 diharapkan menjadi seruan profetik agar api doa dan penginjilan kembali menyala dari Timur Indonesia ke seluruh penjuru dunia.
Pdt. Dr. Ronny Mandang menegaskan bahwa kegiatan ini akan melibatkan pembicara dan peserta dari dalam maupun luar negeri.
“Kami hadir atas undangan Pdt. Lipiyus Biniluk dan Ketua Panitia untuk menyampaikan bahwa pada 1 hingga 5 Juli mendatang akan digelar konferensi internasional doa dan penginjilan, dengan puncak perayaan Hari Doa Nasional di Sentani,” ujarnya di hadapan para jurnalis dari Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (Pewarna Indonesia).
Ia menambahkan bahwa acara ini bersifat inklusif. “Momentum ini bukan hanya untuk tokoh-tokoh aras gereja nasional atau anggota FUKRI, tetapi terbuka bagi seluruh umat Kristiani dan masyarakat Indonesia. Bahkan, diharapkan setiap kota dan kabupaten turut ambil bagian aktif. Papua akan menjadi mercusuar doa dan penginjilan bagi bangsa-bangsa,” tegasnya.
Rangkaian kegiatan akan berlangsung secara sistematis. Penyusunan kerangka acara dimulai pada Mei 2025, dilanjutkan sosialisasi masif pada Juni, dan pelaksanaan konferensi serta Hari Doa Nasional di bulan Juli.
Ronny juga berharap Presiden Republik Indonesia dapat hadir memberikan arahan dalam puncak acara. “Kami merencanakan kegiatan ini di ruang terbuka sebagai simbol keterbukaan dan kesatuan bangsa,” ujarnya.
Menurutnya, pemilihan Papua sebagai lokasi acara bukan tanpa alasan. “Papua memiliki makna spiritual yang kuat. Kami percaya bahwa doa dapat menjadi pemersatu bangsa. Ini bukan sekadar seremoni, tetapi awal dari gerakan spiritual nasional.”
Ketua Panitia HDN 2025, Deinas Geley, turut menyampaikan harapan agar 5 Juli ditetapkan secara resmi sebagai Hari Doa Nasional dalam kalender nasional. “Kami tengah mengajukan usulan tersebut. Papua akan menjadi titik kumpul para pemimpin dunia untuk berdoa bagi Indonesia,” katanya.
Pdt. Lipiyus Biniluk menambahkan, setelah sukses dilaksanakan di Medan dan Kupang, tahun ini HDN kembali digelar di Papua tanah yang dijuluki sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi.
“Namun karena banyaknya kepentingan yang bermain di tanah ini, gereja harus bersuara dan berdiri bersama rakyat Papua, menyuarakan keadilan dan pengharapan,” ungkapnya.
Sejumlah pembicara kelas dunia telah menyatakan kesediaan hadir, di antaranya Rick Warren, Rick Riding dari Yerusalem, Michael Joe dari Korea, Tom Victor dari Billion Children Movement, Charlie Rood, serta tokoh nasional seperti Bambang Budianto. Konferensi ini akan diisi dengan eksplorasi firman Tuhan, penyembahan, doa, dan peneguhan panggilan rohani bagi generasi masa kini.
Papua bukan hanya lokasi acara, tetapi disebut sebagai jantung profetik bangsa. “Gereja harus melihat dan merasakan apa yang sedang terjadi di Papua. Banyak pihak merasa bebas berbuat semaunya di sini, seolah orang Papua tidak ada. Padahal, mereka adalah anak-anak Tuhan yang layak dibela dan diperhatikan,” tandas Lipiyus.
Inilah mengapa gereja tidak boleh tinggal diam. Hari Doa Nasional ini menjadi ruang profetik untuk menyatukan suara gereja lintas denominasi, mengusung harapan baru bahwa dari Papua, api doa akan kembali menyala menuju Yerusalem, tambahnya.
Pdt. Jacky Manuputty menyampaikan refleksi mendalam tentang peran gereja di tengah krisis bangsa. “Papua tetap bisa menjadi berkat meski terluka. Seperti gereja abad pertama yang bertahan dan melayani di tengah tragedi kota-kota Romawi, demikian pula gereja hari ini: hadir, bertahan, dan menjadi terang di tengah tantangan,” katanya.
Sementara itu, Pdt. Tommy Lengkong menyoroti pentingnya menjangkau gereja-gereja lokal. “Gerakan ini tidak hanya menyasar pimpinan nasional, tetapi harus bergerak dari rumah doa di Papua hingga ke desa-desa,” jelasnya.
Dukungan juga datang dari Rm. Agapios Hideo, David Vidyatama, dan Mayor Stefanus Tulumang, yang menilai HDN 2025 sebagai momentum memperkuat fondasi spiritual bangsa melalui kesatuan gereja dalam doa.
Menutup konferensi pers, Pdt. Ronny Mandang kembali menekankan bahwa HDN 2025 merupakan ruang bersama lintas denominasi. “Di tengah dunia yang sedang tidak baik-baik saja, gereja Indonesia terpanggil untuk bersatu, berdoa, dan menyuarakan keadilan serta kasih Tuhan.”
Dengan kobaran tema besar “Ignite the Fire, From Papua to the Nations”, Hari Doa Nasional 2025 diharapkan menjadi titik balik kebangkitan rohani Indonesia. Dari tanah Papua yang menyimpan luka, nyala doa akan dikobarkan untuk memberkati bangsa dan dunia.