suaralintasnusantara.com – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh Dokter H. Slamet Effendy melalui kuasa hukumnya, Richard William dari Firma Hukum Gapta. Gugatan ini melibatkan 6 Hakim Agung sebagai tergugat dengan nomor perkara 554/Pdt.G/2024 tertanggal 17 September 2024. Sidang kedua ini dipimpin oleh Ketua Hakim Sutarno bersama Hakim Anggota Adeng Abdul Kohar dan Faisal, yang berlangsung di ruang sidang Sariwata pada Rabu (2/10/2024).
Sidang tersebut diwarnai dengan ketidakhadiran mayoritas tergugat. Dari 17 tergugat dan turut tergugat, hanya 4 orang yang hadir, di antaranya Dra. Suhartati, CPA, Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum., Dr. Prim Haryadi, S.H., M.H., serta Dr. Julizer Moezahar, Sp.A, Sp.KP, yang diwakili oleh kuasa hukum masing-masing. Ketua Hakim Sutarno mengungkapkan rasa kecewanya atas ketidakhadiran sebagian besar tergugat dan belum rampungnya berkas-berkas yang harus diserahkan.
“Apakah berkas-berkas dari pihak tergugat sudah lengkap?” tanya Sutarno. Kuasa hukum tergugat menjawab bahwa berkas belum lengkap dan meminta waktu tambahan dua minggu, namun hakim menolak dan hanya memberikan waktu satu minggu. “Jangan mengulur-ulur waktu, sidang ini harus segera diselesaikan,” tegas Sutarno.
Kuasa hukum penggugat, Richard William, menyatakan bahwa kliennya menggugat 6 Hakim Agung dan 11 pihak lainnya yang diduga terlibat dalam praktik ilegal yang bertujuan untuk memenjarakan seseorang demi kepentingan pribadi atau kelompok. Richard mengungkapkan bahwa para tergugat terkait dengan perkara pidana Kasasi Nomor 1044 K/PID/2022 dan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 149 PK/PID/2023, yang diduga kuat terindikasi praktek sidang fiktif di Mahkamah Agung.
Kasus ini mencuat setelah klien Richard mendapatkan salinan resmi putusan PK dari Pengadilan Negeri Bekasi pada 9 September 2024. Dalam putusan tersebut, ditemukan adanya ketidakcocokan antara dua keputusan yang saling bertentangan. “Ini jelas mengindikasikan tidak adanya persidangan dalam perkara klien kami,” jelas Richard.
Richard menambahkan bahwa kliennya, H. Slamet Effendy, yang menjabat sebagai Direktur RS Anna Medika pada 2013-2019, telah menjadi korban kriminalisasi hukum oleh aparat penegak hukum. “Putusan yang dijatuhkan kepada klien kami tidak rasional dan tidak sesuai dengan undang-undang,” ujar Richard.
Menurutnya, sidang PMH ini merupakan langkah untuk mencari keadilan atas tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh para tergugat. Richard berharap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat dapat mengambil keputusan yang adil tanpa intervensi, serta membebaskan kliennya dari penahanan di Lapas Bekasi, di mana Dr. H. Slamet Effendy telah ditahan sejak 23 Mei 2023.
Richard juga menekankan pentingnya pesan moral dalam kasus ini. “Para pelaku hukum yang telah meruntuhkan kebenaran harus bertanggung jawab,” tegasnya, sembari berharap gugatan ini dapat menjadi jalan untuk mengembalikan keadilan bagi masyarakat. (Red)