Sepuluh Tahun Jokowi: Janji Masyarakat Adat yang Tak Kunjung Terealisasi

suaralintasnusantara.com – Tepat sepuluh tahun setelah Joko Widodo pertama kali memegang tampuk kepemimpinan sebagai Presiden Republik Indonesia, suara kekecewaan dan ketidakpuasan dari masyarakat adat semakin lantang terdengar.

Janji-janji yang pernah disampaikan Jokowi dalam Nawacita di awal masa jabatannya dinilai tidak lebih dari sekadar angin lalu. Kekecewaan ini diungkapkan oleh Abdon Nababan, salah satu tokoh terkemuka dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, saat merespons pidato kenegaraan Jokowi dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan RI.

“Tidak ada satu pun frasa ‘Masyarakat Adat’ dalam pidato itu. Pidato tersebut hanya dipenuhi dengan klaim angka keberhasilan pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, bendungan, dan jaringan irigasi. Jokowi juga mengklaim keberhasilan pembangunan smelter dan industri pengolahan untuk nikel, bauksit, dan tembaga,” ujar Abdon Nababan di Jakarta, Jumat (16/8/2024)

Abdon mengingatkan kembali momen pada tahun 2014 ketika Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bertemu dengan calon presiden Jokowi yang menjanjikan enam poin penting Nawacita bagi masyarakat adat. Dengan penuh antusias, AMAN dan jaringan pendukungnya bekerja keras menggalang sedikitnya 12 juta suara untuk kemenangan Jokowi-JK pada Pilpres 2014. Namun, setelah sepuluh tahun berkuasa, banyak janji tersebut dianggap tidak lebih dari retorika kosong.

Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN, menyoroti semakin memburuknya politik hukum yang menyangkut masyarakat adat selama pemerintahan Jokowi. “Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, revisi UU IKN, UU KSDAHE, dan berbagai peraturan lainnya justru mengandung unsur penyangkalan yang kuat terhadap eksistensi masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Political will pemerintahan sangat rendah, dan hukum negara cenderung berwatak merampas dan menindas,” tegas Rukka.

Keprihatinan yang sama juga disuarakan oleh Syamsul Alam Agus, Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Berdasarkan data AMAN hingga Mei 2024, selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi, wilayah adat seluas 11,07 juta hektar telah dirampas, terjadi 687 konflik yang mengakibatkan 925 orang masyarakat adat dikriminalisasi, puluhan di antaranya mengalami luka-luka, dan satu orang meninggal dunia.

Selain itu, Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), mencatat bahwa pengakuan terhadap wilayah adat baru mencapai 16% dari total 30,1 juta hektar peta wilayah adat yang terdaftar di BRWA. Sedangkan pengakuan terhadap hutan adat baru mencapai 8% dari potensi 3,4 juta hektar yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.

Menjelang akhir masa jabatannya, Jokowi dihadapkan pada pertanyaan besar mengenai legacy yang akan ia tinggalkan bagi masyarakat adat. Hingga saat ini, banyak pihak yang menilai bahwa tidak ada warisan positif yang bisa diingat dari kepemimpinan Jokowi dalam hal ini. Masyarakat adat yang dulu begitu antusias mendukungnya kini merasa tertipu.

“Janji tinggal janji. Janji Nawacita hanya tipuan. Jokowi 10 tahun berkuasa tak satu pun janjinya dipenuhi. Jangankan berterima kasih dan meminta maaf, bahkan satu kata ‘Masyarakat Adat’ pun tidak disebutkan di Pidato Kenegaraan terakhirnya pagi tadi,” pungkas Abdon Nababan dengan penuh kekecewaan.

(Elly)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *