suaralintasnusantara.com – Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Senin 10/6/24 kembali menggelar diskusi terbatas mengangkat tema Menyikapi aliran aliran baru kekristenan bertempat di Media center Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) Jalan Salemba Raya 10 Jakarta Pusat.
Diskusi yang menghadirkan narasumber utama Pdt. Dr. Martin Lukito Sinaga seorang teolog yang mengajar di STFT Jakarta yang juga penggerak Moderasi beragama di Kementerian agama Republik Indonesia. Sedangkan narasumber kedua Dr. Ashiong Munthe Ketua Departemen Litbang Pengurus Pusat Pewarna yang juga reporter pelitakota.com serta dosen di beberapa perguruan tinggi umum dan teologia.
Martin Sinaga, dalam paparannya, bahwa aliran baru salah itu yang sedang diberbincangkan adalah kristen progresif, lalu Martin mencoba menjelaskan bahwa Kristen Progresif adalah respon terhadap tantangan zaman modern yang memerlukan pendekatan baru dalam memahami dan mengamalkan ajaran Kristen.
“Kristen Progresif menekankan inklusivitas, keadilan sosial, dan penghargaan terhadap keberagaman. Ini adalah upaya untuk menjawab persoalan-persoalan sosial kontemporer dengan semangat cinta kasih yang universal,” ujarnya.
Menurut Martin Sinaga, gereja-gereja yang mengadopsi paham ini lebih terbuka terhadap dialog lintas agama, kesetaraan gender, dan hak-hak LGBT. Ia menambahkan bahwa ini bukan berarti mengabaikan tradisi, tetapi memperkaya tradisi dengan perspektif yang relevan dengan konteks zaman sekarang.
Kristen progresif ini tidak menjadi persoalan jika terjadi di Eropa dan Amerika yang menganut kristen liberal. Tetapi inilah tantangan bagi masyarakat kita agar gereja mampu memperkuat diri, terpenting jangan memberi lebel sesat tetapi anggaplah bidah atau sekte saja.
Sementara Ashiong Munthe mencoba menjelaskan bahwa semua aliran itu sebetulnya semua sudah ada sejak dulu, artinya bukan barang baru. Menurutnya Kristen progresif tersebut tidak ada dasar yang kuat artinya katakan ortodoksinya misalnya Katolik jelas dasarnya demikian juga gereja ortodok itu sendiri.
Pertanyaan yang mengemuka, kalau Kristen progresif mengajarkan keselamatan itu dengan berbuat baik saja,lalu untuk apa Yesus datang lalu mati di kayu salib. Karena keselamatan itu bukan hasil usaha kita tetapi karena kasih Allah itu sendiri. Intinya apa yang ada di alkitab itulah yang menjadi dasar untuk kita percaya.
Diskusi yang dipandu Ricardo Marbun berlangsung seru dan menarik, terjadi interaksi antara narasumber dan peserta. Seperti tanggapan dari ketua Asosiasi Pendeta Indonesia(API) Pdt. Harsanto Adi yang menjelaskan bahwa aliran aliran baru itu bukan saja di kelompok Kristen saja tetapi juga di kelompok agama-agama lain. Hal inilah yang harus tetap digumuli dan menjadi perhatian bagi gereja dan umat itu sendiri
Karena tak bisa dipungkiri bahwa aliran aliran ini akan selalu ada ditengah-tengah pergumulan gereja dan kekristenan. Sedangkan Pdt Samuel Rewu salah satu ketua gereja CMC tak ambil pusing dengan aliran-aliran karena tidak ada pengaruhnya di gereja yang digembalakan.
Masih banyak lagi pertanyaan yang dibagi menjadi dua sesi tersebut Cahyo misalnya adanya aliran itu kristik kepada gereja dan pendeta yang mungkin selama ini tidak memberikan jawaban terhadap persoalan yang ada. Masih ada Johan sopaheluawakan yang mempertanyakan kenapa pemerintah memberikan ijin misalnya seperti saksi Yehova di krsiten dan Ahmadiyah di Islam kalau memang dianggap sesat.
Diskusi atau ngobrol bareng ini berlangsung sukses, Elly Wati Simatupang sebagai koordinator pelaksana kegiatan dan merupakan Pengurus Pusat Pewarna Indonesia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang sudah mensupport kegiatan acara diskusi ini, serta kepada para peserta yang sudah berkenan hadir.
Diskusi yang dihadir sekitar 30 orang nampak ketua umum Vox Point Indonesia yang juga dewan pengawas PEWARNA yang mengapresiasi adanya diskusi ini sehingga makin banyak info yang didaptkan para peserta dan masyarakat
(Elly)