suaralintasnusantara.com – Persatuan wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) bersama Gereja Bethel Indonesia Sumbersari Bandung, Forum Perempuan Kristen (FPK) memperingati hari Kebangkitan Nasional dengan tema Merajut Harmoni Kebangsaan.
Selaras dengan tema tersebut selain menghadirkan para tokoh bangsa serta gelaran budaya daerah serta nyanyian berbagai daerah juga di launching sebuah film dokumenter hasil kerjasama PEWARNA dan Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI), Senin 20 Mei 2024 di Kota Bandung, Jawa Barat.
Film dokumenter yang di launching menceritakan harmoni di Kebupaten Majalengka, Jawa Barat. Film yang diprakarsai Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) bersama PEWARNA Indonesia memvisualisasi Majalengka sebagai daerah di Jawa Barat yang berusaha membangun kesetaraan.
Pdt. Jimmy Sormin sebagai Ketua PGI Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan mengapresiasi film ini sebagai jawaban, bahwa masih ada harmonisasi di Jawa Barat yang dikenal sebagai Provinsi yang paling tidak toleran.
“Ini karya original PEWARNA yang menujukan bahwa di Jawa Barat, Majalengka, masih ada usaha bersama baik dari pemuka agama dan pemuda lintas iman yang mau berjuang bersama untuk mewujudkan kesetaraan,” ucapnya.
Sedangkan Yusuf Mujiono Ketua Umum PEWARNA Indonesia memberikan apresiasi kepada PGI yang berani memberikan kepercayaan kepada PEWARNA untuk mengerjakan film ini.
“Puji Tuhan kepercayaan dari PGI terhadap PEWARNA tersebut, kami berusaha secara total agar menghasilkan karya yang terbaik. Sekalipun tentu masih kurang di sana sini, namun itulah yang bisa kami berikan saya berharap film ini bisa memberikan warna dalam merawat dan menjaga keharmonisan Indonesia”, tukas pria yang juga juga pemimpin umum Majalah GAHARU.
Kegiatan yang dipusatkan di GBI Sumber Sari, Bandung, Jawa Barat (20/24), menghadirkan empat narasumber antaranya Setyo Hajar Dewantoro Ketua Umum Perkumpulan Pusaka Indonesia, Romo Benny Susetyo Anggota BPIP dan Sugeng Teguh santoso Ketua Indonesia police Wacth (IPW).
Dalam orasinya Setyo Hajar Dewantoro mengatakan bahwa Indonesia menjadi ajang bersama untuk merevitalisasi samangat berbangsa untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang sudah lebih dulu digaungkan oleh pemimpin bangsa untuk mewujudkan dan memperjuangkan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di negara yang kaya akan keragaman seperti Indonesia, merajut harmoni bangsa menjadi keharusan. Harmoni bukan hanya tentang pemahaman dan toleransi antar umat agama, antar suku, atau antar kelompok, tetapi juga melibatkan pemberdayaan setiap individu, tanpa memandang latar belakangnya, untuk berkontribusi dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional bukan sekadar acara seremonial, tetapi menjadi momentum penting untuk meneguhkan komitmen bersama dalam memajukan Indonesia ke arah yang lebih maju, damai, dan berkeadilan.
Pancasila sebagai Fondasi Moralitas dan Kesetaraan untuk Membangun Bangsa
Hal ini dipertegas oleh Romo Benny Susetyo selaku Anggota Badan Pembina Badan Ideologi Pancasila.
Dalam orasi ilmiahnya, Romo Benny menyatakan bahwa bangsa Indonesia dibangun atas dasar kebersamaan yang dilakukan oleh Boedi Oetomo. “Ini gerakan bersama untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Garakan yang akhirnya terwujud hingga bangsa ini ada saat ini,” tegasnya.
Kemerdekaan yang dirasakan semua rakyat Indonesia saat ini di perkuat dengan adanya dasar negara yaitu Pancasila. Menurut Romo Benny, Pancasila sudah seharusnya landasan hidup setiap warga negara. “Dengan Pancasila sebagai dasar negara, saya memiliki keyakinan bahwa akan terwujud kesejahteraan bersama,” tambahnya.
Dalam orasi lanjutannya, Sugeng Teguh Santoso sebagai Ketua Indonesia Police Watch menyatakan bahwa hukum harus menjadi panglima tertertinggi dalam kehidupan bersama. “Sebagai aktifis hukum, saya bersama aktivis kemanusiaan lainnya terus memperjuangkan hak hukum yang sepatutnya menjadi milik semua rakyat Indonesia,” katanya.
Mewujudkan keadilan hukum bukan lagi perkara mudah untuk diwujudkan ditengah kehidupan bernegara saat ini.
“Dengan tema hukum dalam orasi saat ini, saya diminta untuk meneropong sistem hukum dimasa depan. Saya melihat bahwa hukum akan sulit berjalan dengan baik bila politik tidak berjalan dengan stabil. Elit politik kerap kali mempertontonkan sikap yang tidak etis”, terang Sugeng.
(Red)