Opini  

Proses Hukum Kasus Cisauk Wajib Dilakukan

suaralintasnusantara.com – Pembiaran terhadap kasus-kasus kekerasan atas nama agama, akan menimbulkan pengulangan dan menjadi ‘preseden buruk’ bagi pembangunan toleransi dan pelemahan konstitusi bernegara.

Karena itu, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras peristiwa kriminalitas pembubaran, pemukulan yang disertai kekerasan dengan menggunakan senjata tajam (sajam) yang dialami sekelompok mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (“UNPAM”), 5 Mei 2024 di Babakan, Cisauk, Tangerang Selatan, Banten.

Peristiwa dimaksud terjadi saat komunitas mahasiswa sedang melakukan pembinaan rohani dalam bentuk doa Rosario di kediaman salah satu anggota mereka.

PGI menyampaikan simpati kepada para Mahasiswa yang menjadi korban dan meminta mahasiswa serta warga masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum yang berlaku di Negara kita.

Menyikapi perkembangan kasus ini, PGI mengapresiasi penanganan cepat yang dilakukan oleh apparat kepolisian dalam bentuk penangkapan dan pengusutan terhadap beberapa pelaku kekerasan dimaksud.

PGI meminta agar penegakan hukum terhadap kasus ini sungguh-sungguh ditegakan secara tuntas, sehingga tidak memberi ruang bagi langgengnya praktek-praktekimpunitas sebagaimana sering terjadi dalam kasus-kasus serupa.

Lebih jauh, PGI mencatat bahwa dalam tahun ini, jumlah kasus intolerasi di wilayah Tanggerang Selatan kian meningkat. Karena itu kami ingin meminta perhatian pemerintah, baik kementrianagama, kementrian dalam negeri, dan pihak kepolisian, untuk lebih serius melakukan langkah-langkah pembinaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara kita.

Negara menjamin kebebasan beragama bagi setiap pemeluknya, karenanya negara harus hadir dan memastikan terpenuhinya hak kebebasan beragama dan berkepercayaan tanpa pandang bulu.

Memasuki moment politik Pemilihan Kepala Daerah(PILKADA), November 2024, PGI juga mengingatkan kelompok-kelompok masyarakat untuk selalu bersikap kritis dan tidak mudah dibenturkan oleh berbagai isu SARA yang seringkalidikelola kelompok-kelompok tertentu secara tidak bermoral untuk kepentingan ‘politik elektoral’.

Hal ini sudah berulang kali terjadi karena tidak adanya tindakan antisipatif yang dilakukan oleh komunitas masyarakat maupun oleh pihak yang berwajib.

Demikian pernyataan pers ini kami sampaikan. Atas perhatianyakami sampaikan terima kasih.

(Red)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *